Islam Sebagai Agama yang Universal dari sisi Perekonomian
A. Islam Sebagai Agama yang Lengkap dan Universal
Dewasa ini masih
terdapat beberapa kalangan beranggapan bahwa Islam menghambat kemajuan
pembangunan (an obstacle to economic growth). Kesimpulan yang agak tergesa-gesa
ini hampir dapat ditimbulkan karena kesalahfahaman terhadap Islam. Seolah-olah
Islam merupakan agama yang hanya berkaitan dengan masalah ritual, bukan sebagai
system yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah
pembangunan ekonomi serta industry perbankan sebagai salah satu motor penggerak
roda perekonomian.
B. Islam Sebagai Suatu Sistem Hidup
(Way of Life)
Islam
memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang
khalifa agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk
mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya
meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun
syariah.
Dua
komponen pertama, akidah dan syariah bersifat konstan. Artinya keduanya tidak
akan mengalami perubahan apa pun dengan perbedaan waktu dan tempat. Adapun
syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf perdaban umat,
yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul masing masing.
Hal ini telah diungkapkan Allah
dalam Al-Quran,
“…..Untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…..” QS. Al-Maidah: 48
“Para rasul tak ubahnya bagaikan
saudara sebapak, ibunya (syariah) berbeda-beda sedangkan diennya (tauhidnya)
satu”. (HR. Bukhori, Abu Daud dan Ahmad)
Dengan demikan
syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai
keunikan sendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprenhensif, tetapi juga universal.
Karakteristik istimewa inidiperlukan sebab tidak aka nada syariah lain yang
datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensih
berarti syarih Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah)
maupun social (muamalah). Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan
dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir nanti.
C. Pandangan Islam Terhadap Harta
dan Ekonomi
Islam
mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pemilik
mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda
adalah milik Allah SWT. Kepemilikan yang dimiliki oleh manusia hanya sebatas
amanah mengelola dan mempergunakannya sesuai kebutuhan sesuai ketentuan-Nya.
Allah berfirman
dalam QS. Al-Hadiid: 7, yang artinya:
“Berimanlah kepada Allah dan
rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menfkahkan
(sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar.”
2. Status
harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
a.
Harta sebagai amanah (titipan, as a trust) dari Allah SWT
b.
Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bias menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Karena manusia memiliki kecenderungan
yang kuat untuk memliki, menguasai, dan menikmati harta. QS. Ali Imran: 14,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan akan apa-apa yang diingini,
yaitu; wamita-wanita, anak-anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan
hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
c.
Harta sebagia ujian keimanan menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apaka sesuai dengan ajaran islam ataukah tidak
d. Harta
sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan
muamalah di antara sesame manusia, melalui kegiatan zakat, infaq, dan sedekah.
3. Kepemilikan
harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian
(ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak Al-Quran dan hadits
Nabi yang mendorong umat Islam bekerja dan mencari nafkah. Allah berfirman
dalam QS. Al-Mulk: 15, yaitu; Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,
maka berjalanlah disegala penjuru-Nya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya.
4. Dilarang
mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan
dzikrullah, melupakan sholat dan zakat, dan memusatkan kekayaan hanya pada
sekelompok orang kaya saja.
5. Dilarang
menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, berjual
beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok, curang dalam
timbangan, serta suap menyuap
D. Nilai-Nilai Sistem Perekonomian
Indonesia
1.
Perekonomian
masyarakat luas dengan menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma
islami. (QS. Al-Baqaroh: 60, QS. Al-Baqaroh: 168 dan QS. Al-Maidah: 87 dan 88)
2.
Keadilan
dan Persaudaraan Menyeluruh
Islam bertujuan
untuk membentuk masyarakat dengan tatanan social yang solid. Dalam tatanan itu,
setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai satu keluarga.
(QS.
Al-Hujarat: 13 dan QS. Al-Maidah: 8)
a)
Keadilan
Sosial
Rasulullah
bersabda,
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat pada wajah dan kekayaan mu, tetapi pada hati dan perbuatan
yang ikhlas.” (HR. Ibnu Majah)
“Andaikan
Fatimah, anak perempuan Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan
memotong tangannya,” (HR. An-Nasa’i)
b)
Keadilan
Ekonomi
Allah
berfirman,
“Dan janganlah
kalian merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kalian merajalela di
muka bumi dengan membuat kerusakan. “ (QS. Asy-Syu’aro: 183)
Rasulullah
telah mengingatkan kita,
“Wahai manusia,
takutlah akan kedzaliman (ketidakadilan) sebab sesungguhnya dia akan menjadi
kegelapan pada hari pembalasan nanti. (HR. Imam Ahmad)
3.
Keadilan
Distribusi Pendapatan
Kesenjangan
pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan
semangat serta komitmen islam terhadap persaudaraan dan keadilan
social-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan cara-cara berikut ini.
Pertama,
a)
Menghapuskan
monopoli, kecuali oleh pemerintah pada bidang-bidang tertentu.
b)
Menjamin
hal dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, produksi,
distribusi, sirkulasi, maupun konsumsi.
c)
MEnjamin
basic needs fulfillment (pemenuhan kebutuhan dasar hidup) setiap anggota
masyarakat.
d)
Melaksanakan
amanah at-takaaful al-ijtima’I atau social economic insurance dimana yang mampu
menanggung membantu yang tidak mampu.
Dengan cara
itu, standar kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan
kehormatan setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabat yang telah
melekat pada manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Rasulullah
bersabda,
“Bukan muslim
yang baik, orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya tak tidur
karena kelaparan.”
Kedua
a)
Memiliki
kekayaan lebih, dan menunaikan kewajibannya zakat, infal sedekah.
b)
Tawadhu
dan tidak pamer
Rasulullah
bersabda,
“Sesungguhnya
Allahmencintai hamba yang bertakwa, kaya, lagi menyembunyikan (symbol-simbol
kekayaannya). (HR. Muslim)
4.
Kebebasan
individu dalam konteks kesejahteraan social.
Pilar
terpenting dari keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah. Ia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Allah.
QS. Ar-Ra’d: 36 dan QS. Luqman: 32. Ini merupakan dasar bagi Piagam Kebebasan
Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini, dalam Al-Quran telah
dinyatakan nahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad adalah melepaskan
manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya. QS. A;-A’raf: 157.
Review Buku : Islamic Banking karya Muhammad Syafi'i Antonio
Review Buku : Islamic Banking karya Muhammad Syafi'i Antonio
0 Response to "Islam Sebagai Agama yang Universal dari sisi Perekonomian"
Post a Comment